BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tanah bagi
manusia mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan, yaitu merupakan
salah satu sumber kehidupan bagi manusia. Karena sebagian besar kehidupan
manusia bergantung pada tanah. Dapat dikatakan bahwa setiap saat manusia
berhubungan dengan tanah. Manusia dimanapun berada di muka bumi ini memerlukan
tanah antara lain sebagai tempat bercocok tanam, tanah menghasilkan hasil bumi
yang diperlukan untuk kelangsungan kehidupan manusia, mendirikan rumah/tempat
tinggal, membangun gedung-gedung, dan lain sebagianya yang tidak dapat
dilepaskan dari fungsi dan kegunaan tanah.
Hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu
permukaan bumi yang berbatas, karenanya hak atas tanah bukan saja memberikan
wewenang untuk mempergunakan sebagian tertentu permukaan bumi yang disebut
tanah. Tetapi juga sebagian tubuh bumi yang dibawahnya dan air serta ruang yang
ada diatasnya dengan pembatasan. Tetapi tubuh buni dibawah tanah dan ruang
angkasa yang ada di atsanya sendiri, bukan merupakan obyek hak atas tanah.
Bukan termasuk obyek yang dipunyai pemegang hak atas tanah. Hak atas tanah yang
berlaku di Indonesia saat ini meruapakan salah satu hal yang diatur dalam Hukum
Agraria dan didasarkan pada keberadaan hukum adat.
Dalam pengertian Hukum Adat jual beli tanah adalah merupakan
suatu perbuatan hukum, yang mana pihak penjual menyerahkan tanah yang dijualnya
kepada pembeli untuk selama-lamanya, pada waktu pembeli membayar harga
(walaupun baru sebagian) tanah tersebut kepada penjual sejak itu Hak Atas Tanah
telah beralih dari penjual kepada pembeli. Dengan kata lain bahwa sejak saat
itu pembeli telah mendapat Hak Milik atas tanah tersebut. Jadi jual beli
menurut Hukum Adat tidak lain adalah suatu perbuatan pemindahan hak antara
penjual kepada pembeli. Maka biasa dikatakan bahwa jual beli menurut Hukum Adat
itu bersifat “tunai” (kontan) dan “nyata”(kongkrit).
Sedangakan pengertian jual beli tanah menurut Hukum
Barat sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pasal 1457
yang berbunyi “jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain
untuk membayar harga yang telah dijanjikan”, pasal 1458 yang berbunyi “ Jual
beli itu di anggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelah
orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya,
meskipun kebendaan itu belum di serahkan, maupun harganya belum dibayar”,
pasal 1459 yang berbunyi “ Hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah
kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut pasal 612, 613
dan 616 tentang kebendaan”. Berdasarkan pada bunyi pasal 1457, 1458, dan 1459,
penulis kemudian menyimpulkan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian, yang
dimana salah satu pihak mengikatkan dirinya untuk menyerahkan tanah dan pihak
lainnya untuk membayar harga-harga yang telah ditentukan. Pada saat kedua pihak
itu telah mencapai kata sepakat, maka jual beli telah dianggap terjadi,
walaupun tanah belum diserahkan atau harganya belum dibayar. Akan tetapi
sekalipun jual beli itu telah dianggap terjadi, namun Hak Atas Tanah itu belum
berpindah kepada pembeli. Untuk pemindahan hak itu, masih diperlukan suatu
perbuatan hukum yang berupa penyerahan yang caranya ditetapkan dengan suatu
peraturan lain lagi.
Dalam pelaksanaan perjanjian jual beli tanah yang
menjadi obyek jual beli tersebut adalah hak atas tanah yang akan dijual, yang
dalam praktek disebut jual beli tanah. Secara hukum yang benar adalah jual beli
hak atas tanah. Akta PPAT yang dibuat tidak semata-mata atas permintaan para
pihak, misal para pihak meminta dibuatkan akta jual beli dan langsung dibuatkan
akta jual beli. Mengingat besarnya peranan hak-hak atas tanah maka berlakunya
Undang Undang Pokok Agraria beserta aturan pelaksanaannya, peralihan hak
dipandang perlu ditingkatkan lebih tinggi dan diatur sendiri. Peralihan hak
atas tanah tidak lagi dibuat oleh / hadapan kepala desa atau kepala suku atau
secara dibawah tangan tetapi harus dibuat dihadapan Notaris sebagai PPAT.
Kewajiban pembuatan akta peralihan hak atas tanah dihadapan PPAT tercantum
dalam Pasal 37 Peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Proses pembuatan akta
jual beli yang dilakukan dihadapan PPAT yang daerah kerjanya meliputi wilayah
dimana tanah yang akan dijual itu terletak yang dihadiri oleh penjual, pembeli
dan sekurang-kurangnya 2 orang saksi. Pembeli dan menjual masing-masing dapat
diwakili oleh kuasanya. Sebelumnya perlu diketahui bahwa tugas dari PPAT selain
membuat akta juga mengesahkan pembuatan hukum tertentu, walaupun begitu tidak
luput juga bahwa seorang PPAT dalam menjalankan tugasnya masih terdapat
hambatan-hambatan yang berkenaan dengan pembuatan akta khususnya di dalam
pembuatan akta jual beli, disini penulis akan menguraikan contoh topik faktor
yang menghambat dalam pembuatan akta akta yang biasa ditemui di masyarakat.
Secara umum pendaftaran tanah merupakan kegiatan
administrasi yang dilakukan oleh pemilik tanah terhadap hak atas tanahnya, baik
dalam pemindahan hak maupun dalam pemberian dan pengakuan hak baru.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 telah dirumuskan mengenai pengertian
pendaftaran tanah.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 19 UUPA pendaftaran
tanah diselenggarakan oleh Pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 pelaksanaan pendaftaran tanah
dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali mengenai kegiatan-kegiatan
tertentu yang ditugaskan kepada Pejabat lain. Kegiatan-kegiatan tertentu yang
ditugaskan kepada pejabat lain, yaitu kegiatan-kegiatan yang pemanfaatannya
bersifat nasional atau melebihi wilayah kerja Kepala Kantor Pertanahan,
misalnya pengukuran titik dasar teknik dan pemetaan fotogametri.
Kegiatan
pendaftaran tanah telah dilakukan oleh Pemerintah dengan sistem yang sudah
melembaga sebagaimana yang dilakukan dalam kegiatan pendaftaran tanah selama
ini, mulai dari permohonan seseorang atau badan, kemudian diproses sampai
dikeluarkannya bukti haknya (sertipikat) dan pemeliharaan data pendaftarannya
dalam buku tanah.
Dalam pelaksanaan tugas tersebut Kepala Kantor
Pertanahan dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Misalnya
pembuatan akta PPAT Sementara, pembuatan akta ikrar wakaf oleh Pejabat
Pembuat Akta Ikrar Wakaf, pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
(SKMHT) oleh notaris, pembuatan Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang, dan
adjudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik oleh Panitia Ajudikasi.
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota sebagai garda
terdepan dari Badan Pertanahan Nasional, mempunyai peranan yang sangat
strategis dalam memberikan pelayanan di bidang pertanahan secara langsung
kepada masyarakat khususnya mengenai pendaftaran tanah untuk menjamin kepastian
hukum bagi pemegang hak atas tanah agar dengan mudah membuktikannya. Hal
tersebut sesuai dengan yang diamanatkan dalam UUPA khususnya Pasal 19 UUPA dan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pasal
19 UUPA, yang berbunyi sebagai berikut : ‘’Untuk menjamin kepastian hukum oleh
pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan undang-undang.
Bagian tugas
dan fungsi Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota kaitannya dengan
pelaksanaan pemenuhan ketentuan BPHTB yaitu melaksanakan kegiatan pelayanan
dibidang pengurusan hak-hak atas tanah atau pemberian hak atas tanah dan
pelayanan dibidang pendaftaran tanah. Tugas dan fungsi Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dalam melaksanakan kegiatan pelayanan dibidang
pemberian hak atas tanah yang berkaitan dengan pelaksanaan ketentuan pemenuhan
BPHTB berdasarkan pada Peraturan Pemerintah maupun Undang-undang.
Kepala Kantor Pertanahan
dalam melaksanakan tugas dan fungsi Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dalam
kegiatan pelayanan dibidang pemberian hak atas tanah mempunyai kewenangan
memberi keputusan mengenai pemberian hak atas tanah dan bangunan yang menjadi
dasar obyek BPHTB. Dalam hal pemberian hak atas tanah dan bangunan yang menjadi
obyek BPHTB, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan memberi keputusan mengenai
pemberian hak atas tanah dimana luas bidang tanah untuk tanah pertanian luasnya
tidak lebih dari 2 Ha (dua hektar), sedangkan untuk tanah non pertanian luas
tanah tidak lebih dari 2.000M2
(dua ribu meter persegi ).
Tugas dan fungsi Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dalam melaksanakan kegiatan pelayanan dibidang
pendaftaran tanah yang berkaitan dengan ketentuan pemenuhan BPHTB berdasarkan
kepada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1991 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Ketentuan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ncmor 4 Tahun
1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998
tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Sesuai dengan
ketentuan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah, ditentukan bahwa “Pendaftaran
tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional”, sedangkan dalam Pasal 6
ayat 1 menentukan bahwa “Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tugas pelaksanaan pendaftaran tanah
dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali kegiatan-kegiatan tertentu
yang oleh Peraturan Pemerintah ini atau perundang-undangan yang bersangkutan
ditugaskan kepada Pejabat lain”. Kemudian
Pasal 6 ayat 2 ditentukan bahwa “Dalam melaksanakan pendaftaran tanah,
Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditugaskan
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini
dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan”.
B.
Rumusan masalah
1. Bagaimana
Proses Jual Beli di Kantor Pertanahan?
2. Bagaimana
Peran Kantor Pertanahan Dalam
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Seteleh Keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Jual Beli di Kantor
Pertanahan
Dalam hal pembeli mengajukan sendiri proses
balik nama maka berkas jual-beli yang ada di PPAT diminta, untuk selanjutnya
pembeli mengajukan permohonan balik nama ke Kantor Pertanahan, dengan
melampirkan :
1. Surat Pengantar dari PPAT
2. Sertifikat Asli
3. Akta jual-beli dari PPAT
4. Identitas diri penjual, pembeli dan/atau kuasanya (melampirkan fotocopy
KTP)
5. Surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan kepada pihak lain
6. Bukti pelunasan SSBBPHTB (Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan)
7. Bukti pelunasan SSP PPh (Surat Setor Pajak Pajak Penghasilan).
8. SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan)
tahun berjalan atau tahun terakhir. Bila belum memiliki SPPT, maka perlu
keterangan dari lurah/kepala desa terkait.
9. Izin Peralihan Hak jika Pemindahan hak atas tanah atau Hak Milik atas
rumah susun yang didalam sertifikatnya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa,
hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan apabila telah diperoleh izin dari
instansi berwenang, Pemindahan Hak Pakai atas tanah Negara.
10. Surat Pernyataan calon penerima hak (pembeli), yang menyatakan bahwa
pembeli dengan peralihan hak tersebut, tidak menjadi penerima hak atas tanah
yang melebihi ketentuan maksimum penguasaan tanah, menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan, pembeli dengan peralihan hak tersebut, tidak menjadi
penerima hak atas tanah absentee (guntai), yang bersangkutan (pembeli)
menyadari, apabila pernyataan sebagaimana dimaksud di atas tidak benar (poin i
dan ii), maka tanah berlebih atau tanah absentee tersebut menjadi objek
landreform. Dengan kata lain, yang bersangkutan (pembeli) bersedia menanggung semua
akibat hukumnya, apabila pernyataan tersebut tidak benar.
Setelah permohonan dan kelengkapan
berkas disampaikan ke Kantor Pertanahan, baik oleh pembeli sendiri atau PPAT
atas kuasa dari pembeli, maka Kantor Pertanahan akan memberikan tanda bukti penerimaan
permohonan balik nama kepada pemohon. Selanjutnya, oleh Kantor Pertahanan akan
dilakukan pencoretan atas nama pemegang hak lama, untuk kemudian diubah dengan
nama pemegang hak baru.
Nama pemegang hak lama (penjual)
didalam buku tanah dan sertifikat dicoret dengan tinta hitam, serta diparaf
oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk. Nama pemegang hak yang baru (pembeli) ditulis
pada halaman dan kolom yang tersedia pada buku tanah dan sertifikat, dengan
dibubuhi tanggal pencatatan serta ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan
atau pejabat yang ditunjuk. Dalam waktu 14 Hari pembeli dapat mengambil
sertifikat yang sudah atas nama pembeli, di Kantor Pertahanan Terkait.
Menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24
Tahun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah, Akta Jual Beli (AJB) merupakan bukti sah (selain risalah
lelang, jika peralihan haknya melalui lelang) bahwa hak atas tanah dan bangunan
sudah beralih kepada pihak lain. AJB dibuat di hadapanPejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau Camat untuk daerah tertentu yang
masih jarang terdapat PPAT. Secara hukum Peralihan Hak atas tanah dan bangunan
tidak bisa dilakukan di bawah tangan.
Langkah pertama yang
harus dilakukan untuk melakukan jual beli tanah dan bangunan (untuk selanjutnya
hanya disebut jual beli) adalah dengan mendatangi kantor PPAT untuk mendapatkan
keterangan mengenai proses jual beli dan menyiapkan persyaratan untuk proses
jual beli tersebut. PPAT memiliki wilayah kerja untuk daerah tingkat dua. Jika
PPAT berkantor di Jakarta Timur maka ia hanya bisa membuat akta PPAT untuk
wilayahJakarta Timur saja. Demikian Juga jika berkantor di Kota Bekasi, maka ia hanya bisa membuat akta untuk objek yang ada
di Kota Bekasi saja.
Sebelum dilakukan
jual beli PPAT akan menerangkan langkah-langkah dan persyaratan yang diperlukan
untuk melaksanakan jual beli. Kepentingan lainnya adalah untuk menyerahkan asli
sertifikat terlebih dahulu untuk dilakukan pengecekan terhadap kesesuaian data
teknis dan yuridis antara sertifikat dan buku tanah yang ada di kantor
pertanahan.
Pemeriksaan
sertifikat ke BPN dilakukan oleh PPAT yang bertujuan untuk mengetahui bahwa
objek jual beli tidak dalam sengketa hukum, dalam jaminan, sita atau blokir dari pihak lain. Dimana jika ada catatan di
dalam buku tanah yang ada di BPN maka penjual berkewajiban terlebih dahulu
untuk menbersihkan catatan tersebut. Jika catatan tersebut berupa blokir maka
blokir tersebut harus diangkat terlebih dahulu. Tanpa proses ini jual beli
tidak bisa dilaksanakan.
Menyerahkan SPPT PBB dan bukti pembayarannya Berkas lainnya yang harus diserahkan kepada PPAT
adalah Surat Pemberitahuan Pajak
Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan atau SPPT PBB dan
bukti pembayarannya. Penyerahan SPPT PBB sebelum jual beli dilakukan juga
diperlukan untuk memastikan bahwa tidak ada tunggakan pembayaran PBB dan
menghitung biaya-biaya dan pajak-pajak yang menjadi kewajiban masing-masing
pihak. Dimana penghitungan biaya-biaya tersebut bisa dilakukan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Dokumen-dokumen para
pihak perlu diserahkan kepada PPAT sebelum dilakukan penandatanganan akta jual
beli, hal ini bertujuan supaya PPAT bisa menyiapkan AJB-nya terlebih dahulu
sehingga pada saat hari yang disepakati untuk penandatanganan AJB bisa
dilakukan dengan segera.
Dokumen yang disiapkan oleh penjual:
1. Asli sertifikat
2. Asli SPPT PBB tahun terakhir dan bukti pembayaran
3. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan dokumen lainnya
mengenai tanah dan bangunan, jika objek jual beli berupa tanah dan bangunan
4. Fotokopi KTP dan KK suami dan istri
5. Fotokopi surat nikah, jika sudah menikah. Jika penjual
belum menikah diperlukan surat pernyataan yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan belum menikah
6. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
7. Fotokopi Surat Keterangan Kematian (dalam hal pemilik
sudah meninggal)
8. Fotokopi Surat Keterangan Waris yang dilegalisir oleh
kelurahan
Dokumen yang disiapkan oleh pembeli:
1. Fotokopi KTP dan KK
2. Fotokopi NPWP
Jika semua syarat-syarat yang diperlukan sudah
dilengkapi, seperti dokumen-dokumen di atas, penjual sudah menerima haknya,
pajak-pajak sudah dibayarkan, biaya AJB sudah diterima PPAT maka dilakukan
penandatanganan AJB dengan dihadiri oleh dua orang saksi yang pada umumnya
karyawan kantor PPAT tersebut.
B. Bagaimana Peran Kantor Pertanahan Dalam Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Seteleh Keluarnya Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Dalam Pasal 2 Keppres 26 Tahun 1988 ditegaskan bahwa
Badan Pertanahan bertugas membantu Presiden dalam mengelola dan mengembangkan
administrasi pertanahan yang baik berdasarkan Undang Undang Pokok Agraria
maupun Peraturan Peruundang-undangan lainnya yang meliputi Pengaturan, pengguna
penguasaan dan pemilikan tanah, Pengurusan hak-hak atas tanah, Pengukuran dan
pendaftaran tanah, Lain-lain yang berkaitan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh
Presiden.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Badan
Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi :
1.
Perumusan kebijakan nasional di bidang
pertanahan
2.
Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan
3.
Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di
bidang pertanahan
4.
Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di
bidang pertanahan
5.
Penyelenggaraan
dan pelaksanaan survey, pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan
6.
Pelaksanaan
pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum
7.
Pengaturan dan
penetapan hak-hak atas tanah
8.
Pelaksanaan
penatagunaan tanah, reformasi agrarian dan penataan wilayah-wilayah khusus
9.
Penyiapan
administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik Negara/daerahbekerja sama
dengan Departemen Keuangan
10.
Pengawasan dan
pengendalian penguasaan pemilikan tanah
11.
Kerja sama dengan
lembaga-lembag lain
12.
Penyelenggaraan
dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan
13.
Pemberdayaan
masyarakat di bidang pertanahan
14.
Pengkajian dan
penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan
15.
Pengkajian dan
pengembangan hukum pertanahan
16.
Penelitian dan
pengembangan di bidang pertanahan
17.
Pendidikan,
latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan
18.
Pengelolaan data
dan informasi di bidang pertanahan
19.
Pembinaan
fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan
20.
Pembatalan dan penghentian hubungan hokum antara
orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
21.
Fungsi lain di bidang pertanahan sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku
Dalam
PP yang baru ini tetap dipertahankan tujuan dan sistem yang digunakan yang pada
hekekatnya sudah ditetapkan dalam UUPA, yakni bahwa pendaftaran tanah
diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang
pertahanan dan bahwa sistem publikasi adalah sistem negatif, tetapi yang
mengandung unsur-unsur positif karena akan menghasilkan surat-surat bukti hak
yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat seperti yang dinyatakan dalam
Pasal 19 ayat 2 huruf c, Pasal 23 ayat 2, Pasal 32 ayat 2 dan Pasal 38 ayat 2.
Sebagai
catatan tambahan maka kita sebutkan bahwa apa yang diatur oleh Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 ini merupakan penyempurnaan dari Peraturan
Pemerintah No. 10 Tahun 1961. Demikian pula disebutkan pendaftaran tanah
sistematik, apa yang dikenal dahulu pendaftaran desa demi desa dan pendaftaran
sporadik adalah pendaftaran tanah yang individual. Yang jelas bahwa Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 ini telah menampung segala kesulitan yang pernah
dialami dalam era Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
dan juga Peraturan Pemerintah 40 dan Peraturan Pemerintah 41 Tahun 1996 tentang
Hak-hak Atas Tanah menurut UUPA, akan dapat diharapkan semakin sempurna proses
pendaftaran tanah.
Dalam
Pasal 37 ditetapkan bahwa peralihan hak atas tanah dan Hak Milik atas Satuan
Rumah Susun melalui jual beli, tukra-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan
dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui
lelang, hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh
PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undang yang berlaku.
Akta PPAT merupakan salah satu sumber data bagi pemeliharaan data pendaftaran
tanah. Maka wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yan
kuat untuk pendaftaran pemindahan dan pembebaban hak yang bersangkutan. Oleh
karena itu, PPAT bertanggung jawab untuk memeiksa syart-syarat untuk sahnya
perbuatan hukum yang bersangkutan. Antara lain mencocokkan data yang terdapat
dalam sertifikat dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan. Perbuatan
hukum pemidahan hak dalam Hukum Tanah Nasional, yang memakai dasar Hukum Adat,
sifatnya tunai. Dengan dilakukannya perbuatan hukum yang bersangkutan, hak atas
tanah yang menjadi objek berpindah kepada penerima hak.
Fungsi
akta PPAT yang dibuat adaah sebagai bukti, bahwa benar telah dilakukan
perbuatan hukum yang bersangkutan. Dan karena perbuatan hukum itu sifatnya
tunai, sekaligus membuktikan berpindahnya hak atas tanah yang bersangkutan
kepada penerima hak. Karena tata usaha PPAT sifatnya tertutup untuk umum,
pembuktian mengenai berpindahnya hak tersebut berlakunya terbatas pada para
pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan (dan para ahli waris
serta orang-orang yang diberitahu oleh mereka).
Setelah
didaftarkan, diperoleh alat bukti yang mempunyai kekuatan hukum yang berlaku
juga terhadap pihak ketiga, karena tata usaha pendaftaran tanah Kantor
Pertanahan mempunyai sifat terbuka untuk umum. Selain diperoleh alat bukti yang
lebih luas daripada akta PPAT, dengan didaftarkannya pemindahan hak yang
bersangkutan, diperoleh juga alat pembuktian yang kuat, yaitu berupa sertifikat
hak atas tanah atas nama pernima hak, sebagaimana yang diberikan penegasan
artinya dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, dengan
kemungkinan berlakunya lembaga “rechtsverwerking” setelah tanahnya
dikuasai selama 5 tahun. Pemeliharaan data pendaftaran tanah karena pemindhan
hak melalui lelang diatur dalam Pasal 41 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Pasal 107 sampai dengan Pasal 110
Peraturan Menteri No. 3 Tahun 1997. Peralihan hak melalui pemindahan hak dengna
lelang hanya dapat didafarkan jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang
yang dibuat oleh Pejabat Lelang, baik dalam lelang eksekusi maupun lelang
sukarela.
Peralihan
hak atas tanah, Hak Pengelolaan atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun karena
penggabungan atau pelebuan perseroan atau koperasi yang tidak didahuui
likuidasi perseroan atua koperasi yang bergabung atau melebur, dapat didaftar
berdasarkan akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau peleburan,
setelah penggabungan atau peleburan tersebut disahkan oleh Pejabt yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Beralihnya hak dalam penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang
tidak didahului dengan likuiditas terjadi karena hukum. Maka cukup dibuktikan
dengan akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau peleburan yang
bersangkutan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peranan Kantor
Pertanahan dalam upaya meningkatkan pendaftaran hak atas tanah sebagaimana yang
diamanatkan oleh UUPA dan Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, maka Kantor Pertanahan sebagai garda terdepan dalam melayani
masyarakat dalam melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar
umum pendaftaran tanah sedangkan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
pendaftaran hak atas tanah harus Memberikan pelayanan secara optimal di bidang
pertanahan kepada masyarakat guna mendorong dan membangkitkan minat masyarakat
untuk mendaftarkan hak atas tanahnya, Melakukan penyuluhan hukum di bidang
pertanahan untuk mempercepat pensertipikatan dikeluarkan kebijakan melalui
Program Proyek Operasional Agraria (Prona), Proyek Operasional Daerah Agraria
(Proda), Sertipikat Massal Swadaya (SMS) atau Pensertipikatan Swadaya
Masyarakat (PSM), dan Program Penbaharuan Agraria Nasional (PPAN).
Pendaftaran
peralihan hak atas tanah yang dimaksud adalah kegiatan pelaksanaan pencatatan
mengenai perihan hak atas tanah. Pencatatan peralihan hak atas tanah di sini
dimaksudnya adalah suatu kegiatan pencatatan administrasi yuridis bahkan kadang
teknis atau beralihnya/berpindahnya kepemilikan suatu bidang tanah dari suatu
pihak kepada pihak lain yang dalam hal ini peralihannya dikarenakan jual beli.
Yaitu agar kepastian hukum dari hak-hak atas tanah di haruskan melaksanakan
pendaftaran hak-hak atas tanahnya di Kantor Pertanahan setempat, begitu juga
bila dilakukan jual beli peralihan/bila di alihkan pada pihak lain
melalui jual beli, khususnya pada tanah milik harus segera didaftarkan pada
kantor pertanahan setempat.
Dengan
terselenggaranya pelaksanaan pendaftaran tanah di kantor pertanahan, maka bagi
masyarakat yang melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut, yang
pada pendaftaran peralihan hak atas tanah khususnya karena jual beli, akan
mendapatkan jaminan kepastian hukum mengenai terjadinya peralihan hak atas
tanah karena jual beli tersebut, selain itu akan mendapat surat tanda bukti hak
yang sah dan kuat yang disebut dengan sertifikat hak atas tanah.
Sertifikat
merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Sertifikat diterbitkan agar pemegang hak atas tanah dapat dengan mudah
membuktikan haknya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Aartje Tehupeiory, 2012, “Pentingnya
Pendaftaran Tanah di Indonesia”, Jakarta: Penebar Swadaya Grup
Adriani Sutedi, 2006, Peralihan
Hak Atas tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika,Jakarta.
Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia: “Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria dan isi
Pelaksanaanya”, Jakarta: Djambatan
Undang-undang :
Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
Internet :
http://www.hukumproperti.com/tag/pendaftaran-tanah/
http://asriman.com/tata-cara-pengecekan-sertifikat-dan-persyaratannya/